Minggu, 13 Desember 2015

Permainan Tradisional Sondah


Permainan ini pada umumnya dimainkan oleh anak perempuan. Pola gambar berbentuk kotak-kotak berpalang dibuat di tanah.
Setiap pemain memegang sepotong pecahan genteng atau batu pipih, yang kemudian dilemparkan ke dalam kotak permainan. Pemain melompat-Iompat dari kotak ke kotak berikutnya. Kotak yang berisi pecahan genting tidak boleh diinjak. Pemain dinyatakan kalah jika menginjak garis kotak atau bagian luar kotak. Pemain pertama disebut mi-hiji, kedua mi-dua, ketiga mi-tilu, dan seterusnya.

Permainan Tradisional Paciwit -ciwit Lutung



Permainan ini dilakukan oleh 3-4 orang anak, baik anak perempuan maupun lelaki. Setiap pemain berusaha saling mendahului mencubit (nyiwit) punggung tangan di urutan teratas sambil melantunkan kawih :

“Paciwit-ciwit lutung, Si Lutung pindah ka tungtung, Paciwit-ciwit lutung, Si Lutung pindah ka tungtung”

Pada umumnya, tidak ada pihak yang dinyatakan menang atau kalah. Jadi, jenis permainan ini semata-mata dilakukan hanya untuk bersenang-senang dan mengisi waktu pada malam terang bulan.

Permainan Tradisional Gatrik



Permainan dimainkan oleh dua orang atau dua regu yang beranggotakan beberapa orang. Alat yang dimainkan adalah tongkat pemukul terbuat dari kayu dan potongan kayu sepanjang seperempat tongkat pemukul, yang biasa disebut “anak gatrik”. Anak gatrik diletakkan di lubang miring dan sempit dengan setengah panjangnya menyembul di permukaan tanah. Ujung anak gatrik dipukul dengan tongkat pemukul. Anak gatrik kembali dipukul sejauh-jauhnya ketika
terlontar ke udara. Bila anak gatrik tertangkap lawan, pemain dinyatakan kalah. Bila tidak tertangkap, jarak antara lubang dan tempat jatuhnya dihitung untukmenentukan pemenangnya.

Permainan Tradisional Oray -Orayan


Permainan ini dimainkan beberapa anak perempuan maupun lelaki di lapangan terbuka. Para pemain saling memegang ujung baju bagian belakang teman didepannya untuk membentuk barisan panjang. Pemain terdepan berusaha menangkap pemain yang paling belakang yang akan menghindar, sehingga barisan bergerak-meliuk-liuk seperti ular, tetapi barisan itu tidak boleh terputus. Sambil bermain, pemain melantunkan kawih.

”Oray-orayan luar leor ka sawah …,
Tong ka sawah parena keur sedeng beukah
Oray-orayan luar leor ka kebon …,
Tong ka kebon aya barudak keur ngangon”

Permainan Tradisional Perepet Jengkol


Permainan ini dilakukan oleh 3-4 anak perempuan atau lelaki. Pemain berdiri saling membelakangi, berpegangan tangan, dan salah satu kaki saling berkaitan di arah belakang. Dengan berdiri dengan sebelah kaki, pemain harus menjaga keseimbangannya agar tidak terjatuh, sambil bergerak berputar ke arah kiri atau kanan menuruti aba-aba si “dalang”, yang bertepuk tangan sambil melantunkan kawih (nyanyian) :

“Perepet jengkol jajahean.., Kadempet kohkol jejeretean…”

Tidak ada pihak yang dinyatakan menang atau kalah dalam permainan ini. Jadi, jenis permainan ini hanya dimainkan untukbersenang-senang pada saat terang bulan.

Permainan Tradisional Kelereng

Apa saja nama atau jenis permainan yang dapat kami mainkan dengan kelereng-kelereng tersebut? nama-nama permainan dengan kelereng yang masih saya ingat diantaranya adalah: PAL, Oles, Naga atau Apollo dan Tapo’ Lari (Tapo’ adalah bahasa melayu Pontianak yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia artinya adalah sembunyi. jadi kalau betapo’ artinya bersembunyi)

main PAL, dimainkan oleh beberapa anak, minimal dimainkan oleh 2 orang, di atas tanah yang lembut (tidak kering). di atas tanah itu dibuat gambar dan garis yang terdiri dari 2 buah tanda yang menyerupai huruf N dan garis panjang sebagai pembatas (yang disebut sebagai PAL)

Main Oles, dimainkan oleh minimal 2 orang anak, diatas tanah. Diatas Tanah dibuat sebuah lingkaran yang luasnya dapat dikehendaki oleh pemain sesuka hati. Namun rata-rata jari-jari lingkaran yang biasa digunakan sekitar 30-50 CM. di tengah-tengah lingkaran itu di letakkan beberapa buah kelereng hasil taruhan atau pasangan setiap pemain. jika yang bermain 3 orang, dan pasangan atau taruhannya 4 buah kelereng, maka jumlah di tengah lingkaran itu adalah 3×4=12 buah kelereng.
Cara bermain Oles. dalam permainan oles ini setiap anak diberi kesempatan satu kali setiap sesi.

Orang Betawi menyebut kelereng dengan nama gundu. Orang Jawa, neker. Di Sunda, kaleci. Palembang, ekar, di Banjar, kleker. Nah, ternyata, kelereng juga punya sejarah. Ini kuketahui saat membaca majalah Intisari edisi Desember 2004, rubrik asal-usul, hal 92.

Sejak abad ke-12, di Prancis, kelereng disebut dengan bille, artinya bola kecil. Lain halnya di Belanda, para Sinyo-Sinyo itu menyebutnya dengan knikkers. Lantas, adakah pengaruh Belanda, khususnya di Jawa, knikkers diserap menjadi nekker? Mengingat, Belanda pernah ‘numpang hidup’ di Indonesia.

Tahun, 1694. Di Inggris ada istilah marbles untuk menyebut kelereng. Marbles sendiri digunakan untuk menyebut kelereng terbuat dari marmer yang didatangkan dari Jerman. Namun, jauh sebelumnya, anak-anak di Inggris telah akrab menyebutnya dengan bowls atau knikkers.

Kelereng populer di Inggris dan negara Eropa lain sejak abad ke-16 hingga 19. Setelah itu baru menyebar ke Amerika. Bahan pembuatnya adalah tanah liat dan diproduksi besar-besaran.

Jauh pada peradaban Mesir kuno, tahun 3000 SM, kelereng terbuat dari batu atau tanah liat. Kelereng tertua koleksi The British Museum di London berasal dari tahun 2000-1700 SM. Kelereng tersebut ditemukan di Kreta pada situs Minoan of Petsofa.

Pada masa Rowami, permainan Kelereng juga sudah dimainkan secara luas. Bahkan, menjadi salah satu bagian dari festival Saturnalia, yang diadakan saat menjelang perayaaan Natal. Saat itu semua orang saling memberikan sekantung biji-bijian yang berfungsi sebagai kelereng tanda persahabatan.

Salah seorang penggemar kelereng adalah Octavian, kelak menjadi Kaisar Agustus. Layaknya permainan, di Romawi saat itu juga mempunyai aturan-aturan resmi. Peraturan tersebut menjadi dasar permainan sekarang.

Teknologi pembuatan kelereng kaca ditemukan pada 1864 di Jerman. Kelerang yang semula satu warna, menjadi berwarna-warni mirip permen. Teknologi ini segera menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika. Namun, akibat Perang Dunia II, pengiriman mesin pembuat kelereng itu sempat terhenti dan akhirnya masing-masing negara mengembangkannya sendiri.

Permainan Tradisional Madudutu Lese (Maluku)


Asal Usul

Madudutu lese artinya “banting badan”. Dinamakan demikian, karena dalam permainan ini masing-masing pemain berusaha sekuat tenaga agar dapat membanting badan atau tubuh lawannya sehingga jatuh ke tanah dan tidak lagi berdaya untuk membalas bantingan tersebut. Permainan madudutu lese terdapat di Puau Halmahera, tepatnya di Kecamatan Sahu dan Kecamatan Jailolo, Kabupaten Maluku Utara. Pada mulanya madudutu lese hanya dilakukan pada waktu malam hari sebelum diadakan upacara Waleng yaitu upacara adat yang biasa dilakukan sesudah panen padi. Namun, madudutu lese tidak terikat pada waleng, karena keduanya adalah dua hal yang berbeda. Jadi, pelaksana waleng tidak beranggung jawab atas jalannya madudutu lese dan sebaliknya, pelaksana madudutu lese pun tidak beranggung jawab terhadap jalannya upacara waleng. Saat ini permainan madudutu lese dapat dimainkan kapan saja tanpa harus menunggu adanya upacara waleng terlebih dahulu.

Pemain

Madudutu lese hanya dimainkan oleh laki-laki dewasa yang dianggap sudah mahir berkelahi, sehingga jika bermain tidak terlalu membahayakan keselamatannya. Permainan ini terdiri dari 2 orang atau satu lawan satu dan dilaksanakan secara bertingkat. Artinya, yang menang melawan yang menang lagi sehingga selesai bermain tinggal beberapa orang saja. Permainan ini dapat 7 atau 9 malam berturut-turut menurut pelaksanaan upacara Waleng.

Tempat dan Peralatan Permainan

Permainan madudutu lese tidak memerlukan tempat yang luas (10 x 10 meter), karena satu kali pertandingan hanya diikuti oleh dua orang. Halaman rumah atau tanah yang agak lapang sudah cukup untuk menyelenggarakan permainan. Madudutu lese juga tidak memerlukan peralatan tertentu untuk membantu jalannya permainan, karena untuk menjatuhkan lawan hanya diperlukan kekuatan tubuh yang disalurkan melalui tangan dan kaki.

Aturan dan Proses Permainan

Aturan permaian tergolong mudah, yaitu siapa yang dapat menjatuhkan atau membanting lawannya maka dia dianggap sebagai pemenangnya. Pada saat pertandingan dimulai, pemain berdiri berhadapan sambil memegang ikat pinggang lawannya. Setelah wasit memberikan aba-aba, para pemain berusaha untuk membanting dengan tangan tetap berada pada ikat pinggang lawan tersebut. Ada beberapa cara untuk merobohkan lawan antara lain: labit rou, yaitu mengaitkan kaki lawan dari bagian luar atau dari dalam; badu bolon, yaitu membanting lawan dengan cara menjepit kaki lawan dengan kedua lutut sendiri, dan sementara itu tangan yang memegang ikat pinggang membanting ke kiri atau kekanan; sikur, yaitu mengangkat lawan dengan kedua lengan pada kain pengikat pnggang kemudian berusaha membanting lawan itu ke tanah; dan si wale, yaitu melemparkan lawan ke tanah tetapi tangan tidak boleh terlepas dari ikat pinggang lawan tersebut. Apabila seorang pemain dapat menjatuhkan lawannya maka ia dinyatakan sebagai pemenang dan nantinya akan berhadapan lagi dengan pemenang dari pertandingan lainnya. Begitu seterusnya hingga tinggal dua pemain terakhir yang selalu menang berhadapan satu sama lain untuk mendapatkan pemenang utama.

Nilai Budaya

Nilai yang terkandung dalam permainan rampuat kakaran adalah keterampilan, kerja keras, kerja sama, dan sportivitas. Nilai keterampilan tercermin dari keterampilan membawa bilah bambu dalam berbagai posisi dan ketepatan mengenai bilah bambu lawannya. Nilai kerja keras tercermin dari usaha para pemain untuk mengenai bilah bambu lawan. Kemudian, nilai kerja sama tercermin dari kekompakan pemain dalam berusaha memperoleh poin agar bisa memenangkan permainan. Dan, nilai sportivitas tercermin dari adanya kesadaran bahwa dalam permainan tentunya ada pihak yang kalah dan memang. Oleh karena itu, setiap pemain dapat menerima kekalahan dengan lapang.

Permainan Tradisional Nobangan (Sulawesi Tengah)




Pengantar
Nobangan adalah sebutan bagi orang Kaili di Sulawesi Tengah untuk sebuah permainan melempar kemiri yang dijadikan gacu ke sebuah lingkaran yang di dalamnya terdapat kemiri lain sebagai taruhannya. Nobangan itu sendiri merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “no” dan “banga”. “No” adalah kata awalan yang menunjukkan kata kerja dan “banga”, yang secara harafiah berarti “tempurung kelapa”, dalam permainan nobangan berarti suatu kejadian pada saat gacu mengenai dan mengeluarkan kemiri taruhan dari dalam lingkaran. Saat itu para pemain akan berteriak mobanga. Jadi, kata mobanga sebenarnya hanya berhubungan dengan kena atau tidaknya gacu pada taruhan yang ada di dalam lingkaran.

Pemain
Permainan nobangan ini dapat dikategorikan sebagai permainan anak-anak, yang pada umumnya dilakukan oleh anak laki-laki usia 7--14 tahun. Jumlah pemainnya 2--6 orang.

Tempat Permainan
Permainan yang disebut sebagai nobangan ini tidak membutuhkan tempat (lapangan) yang khusus. Ia dapat dimainkan di mana saja, asalkan di atas tanah. Jadi, dapat di tepi pantai, di tanah lapang atau di pekarangan rumah. Di dalam arena permainan tersebut akan dibuat sebuah lingkaran yang berdiameter sekitar 10 cm. sedangkan, jarak antara garis batas lemparan pemain dengan lingkaran sekitar 6--10 meter.

Peralatan Permainan
Peralatan yang digunakan adalah beberapa buah kemiri. Kemiri-kemiri tersebut nantinya ada yang digunakan sebagai pelontar (pataba) dan ada yang dijadikan sebagai taruhan (potaa). Kemiri yang akan digunakan sebagai taruhan (potaa) jumlahnya sekitar 4--5 biji untuk setiap pemain. Sedangkan, kemiri yang akan dijadikan pataba bentuknya lebih besar yang dihiasi dengan satu atau dua helai bulu ekor ayam jantan yang panjang dan beberapa helai bulu lainnya yang lebih kecil dan pendek. Cara membuat pataba ini, mula-mula kemiri yang telah dipilih, dilubangi pada bagian atasnya kira-kira sebesar ujung tangkai bulu ekor ayam jantan dengan menggunakan pisau atau bor. Selanjutnya seluruh isi kemiri dikeluarkan, sehingga terdapat rongga pada buah kemiri itu. Setelah itu, dimasukkan ujung tangkai bulu ekor ayam jantan, lalu diteteskan tima putih cair. Apabila tima putih telah kering, disekitar bulu ayam jantan yang panjang itu, dipasang lagi bulu yang diambil pada bagian leher atau bagian punggung ayam dan dibalut dengan tarujanese.

Aturan Permainan
Aturan permainan nobangan adalah sebagai berikut: (1) pada saat melontar, pemain tidak boleh melewati garis batas; (2) pemain yang pataba-nya mengenai kemiri taruhan (potaa) hingga keluar dari lingkaran, dapat mengambil potaa tersebut dan mengulangi melontar; (3) apabila lontaran tidak berhasil mengenai potaa, maka posisinya akan digantikan oleh pemain lain; dan (4) pemain yang dapat mengumpulkan potaa paling banyak, dinyatakan sebagai pemenang.

Jalannya Permainan
Ada tiga tahap yang harus dilalui atau dilakukan dalam permainan ini. Pertama, tahap pengundian sebelum permainan dimulai, dengan cara melontarkan pataba ke arah lingkaran. Pemain yang dapat memasukkan pataba-nya ke dalam lingkaran akan memulai permainan. Namun, apabila tidak ada seorang pun yang dapat memasukkan pataba-nya ke dalam lingkaran, maka pataba yang paling dekat dengan lingkaran akan memulai permainan. Apabila ada beberapa pataba yang jaraknya sama, maka pelontarnya diharuskan untuk melontar kembali. Tahap kedua, pemain yang mendapat kesempatan memulai permainan akan mengumpulkan kemiri taruhan dari setiap pemain untuk ditaruh di dalam Lingkaran. Tahap ketiga, yaitu setelah kemiri taruhan berada di dalam lingkaran, pemain akan mulai melontarkan pataba-nya. Apabila pataba dapat mengenai taruhan (potaa), maka buah kemiri taruhan tersebut menjadi milik si pelontar dan selanjutnya akan melontarkan kembali pataba-nya. Begitu seterusnya, hingga potaa dalam lingkaran habis. Namun, apabila tidak ada satu kemiri taruhan pun yang dapat dikenai, maka pelontar harus digantikan oleh pemain yang lain. Pemain yang dapat mengumpulkan buah kemiri taruhan paling banyak dinyatakan sebagai pemenang.

Nilai Budaya
Nilai yang terkandung dalam permainan nobangan adalah: ketangkasan, kecermatan, keuletan, dan sportivitas. Nilai ketangkasan, kecermatan dan keuletan tercermin dari usaha para pemain untuk dapat mengenai kemiri taruhan, walaupun posisinya terkadang sangat sulit. Dan, nilai sportivitas tercermin tercermin tidak hanya dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menyerahkan buah-buah kemiri yang menjadi taruhan kepada lawan main yang keluar sebagai pemenangnya. (pepeng)

Permainan Tradisional Cip Dor (Lampung)

Cip dor adalah permainan seperti kucing-kucingan. Permainan ini biasanya disenangi oleh anak perempuan. Mereka yang terlibat dalam permainan tersebut lebih dari empat orang. Tempat yang digunakan untuk bermain cip dor harus luas agar anak-anak dapat berlari dengan leluasa. Cara bermain cip dor dimulai dengan mencari siapa yang akan menjadi kucingnya. Baru kemudian yang lainnya berlari menghindari kejaran kucing. Kalau sudah sulit untuk menghindari kejaran kucing, pemain dapat berhenti sambil mengucapkan kata “cip”. Dia berdiri seperti patung dengan kedua belah tangan dilipat mengilang di dada. Dia tidak boleh bergerak sebelum ditepuk atau disentuh oleh temannya yang sedang bebas berlari sambil mengucapkan “dor”. Pergantian pemain dilakukan jika seseorang yang dikejar kucin tertangkap tanpa sempat mengucapkan “cip”. Cara lainnya adalah jika yang dikejar kucing sudah menyatakan “cip” semuanya. Dengan demikian, dia

Permainan Tradisional Bancakan




Bancakan adalah salah satu permainan anak tradisional Jawa Barat berjenis petak umpet atau dalam bahasa sunda disebut Ucing sumput Bahasa Indonesia: kucing bersembunyi), dengan memakai sebuah batu dan genteng sebanyak jumlah pemain yang disusun bertumpuk, dan keduanya ditempatkan dalam dua buah lingkaran berdampingan.
[sunting] Permainan

Sebelum permainan dimulai, peserta melakukan pengundian dengan cara hompimpa atau suit. Yang kalah harus menjadi petugas penjaga atau kucing (ucing).
[sunting] Ucing

Ucing bertugas menyusun genteng secara bertumpuk sebagai benteng selagi para pemain bersembunyi, kemudian setelah susunan genteng telah berdiri secara sempurna, Ucing mulai menjaga susunan genteng agar tidak dirobohkan sembari mencari para pemain.

Apabila pemain terlihat atau ditemukan, Ucing harus menyebutkan nama pemain kemudian menginjak batu sembari berteriak BANCAKAN! sebagai tanda bahwa persembunyian pemain telah terbongkar dan pemain diharuskan keluar dari tempat persembunyiannya, sampai semua pemain ditemukan, kemudian permainan dimulai lagi dengan hompimpa untuk menentukan Ucing yang baru.
[sunting]

Pemain

Pemain selain harus bersembunyi dari Nu Jadi Ucing, pemain juga diharuskan menyerang benteng Nu Jadi Ucing, untuk ditoker sampai ngalayah sebagai tanda bahwa benteng telah dirobohkan dan Ucing wajib mempertanggungjawabkan kekalahannya dengan menjadi ucing lagi dalam ronde berikutnya sampai Nu Jadi Ucing sukses dalam menjalankan tugasnya sebagai penjaga.

Apabila Pemain ditemukan dan ternyata baik Nu Jadi Ucing maupun peserta yang ditemukan sama-sama jauh dari benteng, maka mereka berdua harus berlomba untuk mencapai benteng dan menuntaskan misi masing-masing.

Permaianan Tradisional Bambu Gila



Bambu gila adalah permainan rakyat dari warga Maluku.

Permainan ini melibatkan kekuatan supranatural untuk menjalankannya, walaupun tidak diperlukan ritual tertentu. Sebatang bambu dipegang oleh beberapa orang, lalu oleh seorang dukun bambu ini diberi mantera. Lama-kelamaan bambu ini terasa berat hingga orang-orang yang memegangnya berjatuhan ke tanah. Pelaksanaannya biasanya diiringi dengan musik perkusi.

Permaianan Tradisional Barapan kebo (Balapan Kerbau)

MUNGKIN sebagian besar rakyat Indonesia mengetahui bila penduduk Pulau Madura, Jawa Timur, memiliki tradisi karapan sapi. Boleh jadi benak akan bertanya, kalau mendengar barapan kebo (balapan kerbau). Konon permainan rakyat ini hanya ada di Kabupaten Sumbawa, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Barapan kebo" berupa sepasang kerbau yang beradu kecepatan lari, yang dikendalikan seorang Joki. Kerbau yang lari lebih cepat dan mampu menjatuhkan sakak (tiang kayu) di garis finis, itulah pemenangnya. Untuk merobohkan sakak ada sandro (dukun) yang dengan kekuatan ilmunya bisa mengecoh ternak dan Jokinya.
Joki dan ternak harus merobohkan sakak, sehingga dinyatakan sebagai pemenang. Hanya saja untuk menjatuhkan sakak tidak gampang, karena di seputar sakak itu berdiri seorang sandro yang dengan kemampuan ilmunya berupaya mengecoh ternak dan joki.

Di sinilah tampaknya prestise dipertaruhkan, karena antara sandro di sakak itu dan joki yang di-back up oleh sandro saling baku ilmu. "Anda mungkin tidak percaya, dua meter menjelang sakak, kerbau bisa lari keluar garis pancang, atau jokinya terpental dari kareng," ujar Ahmad. Peserta yang keluar dari pancang atau tidak mampu merobohkan sasak dinyatakan diskualifikasi.

Di masa lampau permainan demikian malah lebih ganas lagi, ada kerbau yang tanduknya tiba-tiba copot dari kepalanya. Sebaliknya, sandro penjaga sakak buru-buru minggir, bila tidak mampu menahan kekuatan ilmu sang joki dan sandro-nya.

Pengaruh dan manfaat permainan tradisional terhadap perkembangan jiwa anak



Anak menjadi lebih kreatif
Permainan tradisional biasanya dibuat langsung oleh para pemainnya. Mereka menggunakan barang-barang, benda-benda, atau tumbuhan yang ada di sekitar para pemain. Hal itu mendorong mereka untuk lebih kreatif menciptakan alat-alat permainan.

Selain itu, permainan tradisioanal tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan yang berlaku, selain aturan yang sudah umum digunakan, ditambah dengan aturan yang disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Di sini juga terlihat bahwa para pemain dituntut untuk kreatif menciptakan aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan mereka.

Bisa digunakan sebagai terapi terhadap anak
Saat bermain, anak-anak akan melepaskan emosinya. Mereka berteriak, tertawa, dan bergerak. Kegiatan semacam ini bisa digunakan sebagai terapi untuk anak-anak yang memerlukannya kondisi tersebut.

Mengembangkan kecerdasan majemuk anak
Mengembangkan kecerdasan intelektual anak
Permainan tradisional seperti permainan Gagarudaan, Oray-Orayan, dan Pa Cici-Cici Putri mampu membantu anak untuk mengembangkan kecerdasan intelektualnya. Sebab, permainan tersebut akan menggali wawasan anak terhadap beragam pengetahuan.
Mengembangkan kecerdasan emosi dan antar personal anak
Hampir semua permainan tradisional dilakukan secara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan:
mengasah emosinya sehingga timbul toleransi dan empati terhadap orang lain,
nyaman dan terbiasa dalam kelompok.

Beberapa permainan tradisional yang dilakukan secara berkelompok di antaranya:

  • Bebentengan,
  • Adang-Adangan,
  • Anjang-Anjangan
  • Kasti.


Mengembangkan kecerdasan logika anak
Beberapa permainan tradisional melatih anak untuk berhitung dan menentukan langkah-langkah yang harus dilewatinya, misalnya:
  • Engklek
  • Congkak
  • Macan/Dam Daman
  • Lompat tali/Spintrong
  • Encrak/Entrengan
  • Bola bekel
  • Tebak-Tebakan


Mengembangkan kecerdasan kinestetik anak
Pada umumnya, permainan tradisional mendorong para pemainnya untuk bergerak, seperti melompat, berlari, menari, berputar, dan gerakan-gerakan lainnya. Contoh permainannya adalah:
  • Nakaluri
  • Adang-Adangan
  • Lompat tali
  • Baleba
  • Pulu-Pulu
  • Sorodot Gaplok
  • Tos Asya
  • Heulang jeung Hayam
    [8]Enggrang


Mengembangkan kecerdasan natural anak
Banyak alat-alat permainan yang dibuat/digunakan dari tumbuhan, tanah, genting, batu, atau pasir. Aktivitas tersebut mendekatkan anak terhadap alam sekitarnya sehingga anak lebih menyatu terhadap alam. Contoh permainannya adalah:
  • Anjang-Anjangan/dadagangan dengan membuat minyak dari daun bunga sepatu, mie baso terbuat dari tumbuhan parasit berwarna kuning yang bisanya tumbuh di tumbuhan anak nakal.
  • Mobil-mobilan terbuat dari kulit jeruk bali
  • Engrang terbuat dari bambu
  • Encrak menggunakan batu
  • Bola sodok menggunakan bambu
  • Parise terbuat dari bambu
  • Calung terbuat dari bambu
  • Agra/sepak takraw, bolanya terbuat dari rotan


Mengembangkan kecerdasan spasial anak
Bermain peran dapat ditemukan dalam permainan tradisional Anjang-Anjangan. Permainan itu mendorong anak untuk mengenal konsep ruang dan berganti peran (teatrikal).
Mengembangkan kecerdasan musikal anak
Nyanyian atau bunyi-bunyian sangat akrab pada permainan tradisional. Permainan-permainan yang dilakukan sambil bernyanyi di antaranya:
  • Ucang-Ucang Angge
  • Enjot-Enjotan
  • Calung
  • Ambil-Ambilan
  • Tari Tempurung
  • Berbalas Pantun
  • Wayang
  • Pur-Pur Sadapur
  • Oray-Orayan


Mengembangkan kecerdasan spiritual anak
Dalam permainan tradisional mengenal konsep menang dan kalah. Namun menang dan kalah ini tidak menjadikan para pemainnya bertengkar atau minder. Bahkan ada kecenderungan, orang yang sudah bisa melakukan permainan mengajarkan tidak secara langsung kepada teman-temannya yang belum bisa.
Permainan tradisional dilakukan lintas usia, sehingga para pemain yang usianya masih belia ada yang menjaganya, yaitu para pemain yang lebih dewasa.
Para pemain yang belum bisa melakukan permainan dapat belajar secara tidak langsung kepada para pemain yang sudah bisa, walaupun usianya masih di bawahnya.
Permainan tradisional dapat dilakukan oleh para pemain dengan multi jenjang usia dan tidak lekang oleh waktu.
Tidak ada yang paling unggul. Karena setiap orang memiliki kelebihan masing-masing untuk setiap permainan yang berbeda. Hal tersebut meminimalisir pemunculan ego di diri para pemainnya/anak-anak.

Permainan Tradisional Lenggang Rotan



Lenggang rotan merupakan jenis permainan yang terbuat dari rotan kecil yang dibuat melingkat seperti gelang besar. Rotan yang digunakan biasanya seukuran jempol tangan atau bisa lebih kecil. Rotan yang sudah dilingkarkan seperti gelang besar akan dimainkan di pinggang sambil menggoyang pinggang. Rotan tersebut akan berputar. Orang yang rotannya jatuh terlebih dahulu dianggap kalah. Permaianan ini umumnya juga terdapat di dataran tinggi Gayo, karena di sana memang terdapat banyak rotan.

Permainan Tradisional Bola Keranjang



Bola keranjang atau bahasa Gayo disebut dengan tipak rege merupakan sejenis permainan bola yang dibuat dari rotan belah yang dipergunakan pada permainan sepak raga (sepak takraw). Permainan ini sudah jarang sekali dilakukan. Pada bola keranjang diikat rumbai-rumbai kain yang ber warna merah, putih, dan hitam, sebanyak 15 helai.

Zaman masa dahulu, sepak raga merupakan sejenis permai nan rakyat. Permainan ini sangat digemari oleh anak-anak, remaja/pemuda maupun orang-orang dewasa. Mereka me manfaatkan waktu-waktu senggangnya dengan permainan ini.

Permainan Tradisional PACU KUDE


Pacu Kude dapat diartikan duduk di atas kuda yang lari atau dapat diartikan sebagai pacuan kuda. Permainan ini terdapat di Kabupaten Aceh Tengah. Karena daerah ini terdapat padang rumput yang sangat luas serta kuda adalah alat angkutan yang sangat praktir di daerah pegunungan, di samping untuk membajak sawah.

Sehabis panen kuda-kuda ini tidak mempunyai kegiatan apa-apa yang dianggap penting. Waktu-waktu seperti itu sering kuda-kuda tersebut berlari-lari berkelompok. Kebiasaan ini dikoordinir akhirnya terbentuk permainan pacu kude.

Pada awalnya permainan ini adalah permainan informal, tidak ada aturan yang baku untuk dilaksanakan. Namun lama kelamaan, permainan ini ditingkatkan menjadi permainan resmi dan terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi.

Permaianan Tradisional PEUPOK LEUMO


Peupok Leumo adalah sejenis permainan yang khas terdapat di Aceh Besar. Permainan ini merupakan suatu permainan mengadu sapi. Permainan ini sebelumnya berkembang di kalangan peternak sapi. Zaman dahulu lazimnya peupok leumo diselenggarakan oleh sekelompok peternak yang berada pada satu lokasi seperti yang berada pada satu kampung atau lebih luas lagi satu mukim, diselenggarakan seminggu sekali. Untuk menentukan hari-hari penyelenggaraan setiap hari Minggu, Jumat atau hari lainnya. Dapat juga diselenggarakan pada sore hari, pukul 16.00 – 18.00.

Selaian peupok leumo masih ada lagi acara peupok leumo tunang, yaitu permainan peupok leumo untuk mencari sapi yang akan keluar sebagai pemenang. Acara Peupok leumo tuning ini biasanya diselenggarakan oleh sebuah panitia. Waktu tergantung kepada cuaca dan musim-musim tertentu seperti sehabis panen atau waktu lain seperti pada hari-hari besar dan sebagainya.

Permainan Tradisional GEUDEUE-GEUDEUE


Geudeue-Geudeue atau disebut juga due-due adalah permainan ketangkasan yang terdapat di Pidie. Di samping ketangkasan, gesit, keberanian dan ketabahan pemain geudeue-geudeue harus bertubuh tegap dan kuat. Permainan ini kadang-kadang berbahaya karena permainan ini merupakan permainan adu kekuatan.

Cara memainkannya adalah seorang yang berbadan tegap tampil di arena. Ia menantang dua orang lain yang juga bertubuh tegap. Pihak pertama mengajak pihak kedua yang terdiri dari 2 orang supaya menyerbu kepadanya. Ketika terjadi penyerbuan, pihak pertama memukul dan menghempaskan penyerangnya (pok), sedangkan pihak yang pihak kedua menghempaskan pihak yang pertama.

Dalam tiap permainan bertindak 4 orang juru pemisah yang disebut ureueng seumubla (juri), yang berdiri selang-seling mengawasi setiap pemain.

Permainan Tradisional GEULAYANG TUNANG

Geulayang Tunang terdiri dari dua kata yaitu geulayang yang berarti laying-layang dan tunang berarti pertandingan. Jadi geulayang tuning adalah pertandingan laying-layang atau adu laying yang diselenggarakan pada waktu tertentu. Permainan ini sangat digemari di berbagai daerah di Aceh. Mengenai nama permainan ini kadang-kadang juga ada pula yang menyebutnya adud geulayang. Kedua istilah yang disebutkan terakhir sama artinya, hanya lokasinyalah yang berbeda.

Pada zaman dahulu permainan ini diselenggarakan sebagai pengisi waktu setelah mereka panen padi. Sebagai pengisi waktu, permainan ini sangat bersifat rekreatif. Oleh karena itu, permainan ini sering kali dilombakan dalam acara peringatan hari kemerdekaan RI atau event-event lainnya.

Permainan Tradisional Megok-megokan

Megoak-goakan ini adalah tarian rakyat yang sering kali dipentaskan menjelang Hari Raya Nyepi dan hanya terdapat di Desa Panji, Kecamatan Sukasada 6 km ke selatan dari Kota Singaraja. Nama megoak-goakan diambil dari nama Burung Goak (Burung Gagak) ketika burung itu mengincar mangsanya kegiatan ini merupakan pementasan ulang dari sejarah kepahlawanan Ki Barak Panji Sakti sebagai Pahlawan Buleleng pada waktu menaklukkan Kerajaan Blambangan di Jawa Timur.

Permainan Tradisional Cublak-cublak Suweng

Cublak-cublak suweng adalah permainan dari Jawa yang melibatkan banyak pemain. Agar permainan lebih seru, minimal perlu ada 3-5 orang. Cara bermainnya, pertama siapkan benda tertentu, biasanya berupa kerikil, sebagai benda yang nanti akan disembunyikan oleh salah satu pemain.

Sesudahnya, hom pim pa dan ping sut dahulu untuk menentukan siapa yang akan menjadi orang yang harus menebak pemegang kerikil. Orang yang harus menebak adalah orang yang kalah dalam ping sut dan ia harus duduk menungging dengan kepala menghadap lantai dan mata ditutup. Sementara, peserta lain menengadahkan telapak tangan di punggung orang yang harus menebak itu. Satu peserta kemudian bertugas memegang kerikil atau benda lain yang akan disembunyikan. Nama cublak-cublak suweng tergambar dari tujuan permainan ini yakni Pak Empo (orang yang harus menebak) menemukan anting (suweng) yang disembunyikan seseorang.

Permainan kemudian dimulai dengan menyentuhkan kerikil ke setiap telapak tangan peserta lain. Sepanjang permainan, peserta mendendangkan lagu cublak-cublak suweng. Syairnya, "cublak-cublak suweng, suwenge teng-gelenter, mambu ketundung gudel, pa empo lera lere, sopo ngguyu ndeliake". Setelah sampai pada kata ndelikake, kerikil harus digenggam oleh peserta yang tangannya terakhir kali disentuh.


Setelah kerikil digenggam, orang yang harus menebak bangun dan duduk bersimpuh. Sementara peserta lain menyanyikan lagu, "sir, sir pong ndelik gopong" sebanyak mungkin hingga orang yang harus menebak menentukan siapa yang menyembunyikan kerikil. Sambil menyanyi, telunjuk tangan digoyangkan dan diarahkan ke orang yang harus menebak. Dia hanya diberikan kesempatan satu kali. Bila tak berhasil, dia akan menjadi orang yang harus menebak pada permainan berikutnya.

Kalau anda menjadi orang yang harus menebak, anda mesti hati-hati agar tidak gagal menebak untuk yang kedua kalinya. Kalau sampai gagal, bisa-bisa anda diminta mengelilingi lapangan atau bangsal tempat bermain dengan lari jongkok. Atau kadang diminta memenuhi permintaan yang aneh-aneh dari peserta lain.

Permainan Tradisional Tilako

Di daerah Tanah Kaili cukup banyak jenis permainan Tradisional, tapi sayang sekali permainan itu jarang menggunakan peralatan yang diolah secara artistik oleh akal budi dan tangan manusia. Permainan-permainan itu memang menggunakan alat, akan tetapi alat-alat itu merupakan benda alam yang polos dan murni.

Tilako = Kalempa

Menurut etimologinya Tilako = Ti - lako
Kalempa = Ka + lempa
Tilako = Ti sebagai awalan.
Lako boleh berarti : langkah, jalan dari, dari mana.
Tilako = alat yang dipakai untuk melangkah / berjalan
Kalempa = Ka sebagai awalan lempa berarti datang dari langkah.
Tilako dari dialek Ledo sedang, sedangkan Kalempa dialek Rai.
Notilako = Bermain Tilako.
Bahan : Bambu dan boleh juga dari pelepah sagu dan tempurung.
Bentuk : Panjang.
Makna : Sebagai lambang kedewasaan, ketangkasan dan lambang keberanian dalam permainan tersebut;
Warna : Sesuai dengan warna bambu aslinya.

Cara pembuatannya

Untuk membuat Tilako atau Kalempa tersebut, dipilih bambu yang bentuknya lurus dan sudah tua, terutama volo vatu kemudian dikeringkan. Cara membuatnya bambu bata (volo vatu); pada bagian ujungnya yang bergaris tengah lebih kurang 3 cm atau sebesar sela ibu jari kaki dengan jari lainnya dan panjang ± 3 1/2 - 3 cm sebanyak 2 (dua) batang. Ranting-rantingnya dibersihkan lalu kedua batang bambu diukur sama panjang, dan diusahakan ruas-ruasnya tepat satu dengan yang lainnya bila ditegakkan. Disamping bambu yang panjang ± 2 1/2 - 3 m, disiapkan pula bambu yang agak besar panjangnya lebih kurang sama panjangnya dengan tapak kaki pemakai. Jadi bukan merupakan ukuran yang tetap dari masing-masing bambu tersebut. Bambu yang berukuran pendek itu salah satu ujungnya masih ada ruas (bukunya). Pada bagian yang ada ruas (buku) tersebut dilobangi sebesar bambu yang panjang tadi.

Perlu diperhatikan bahwa lubang itu tidak boleh terlalu besar, akan tetapi diperhitungkan, agar dapat tersangkut pada ruas (buku) bambu panjang dengan perkiraan ± 1/2 - / 4 meter atau lebih, dari bagian pangkalnya. Bambu yang panjang ini berfungsi sebagai kaki tegak berdiri, sedangkan bambu yang pendek berfungsi untuk tempat tapak kaki. Selesai kedua bambu pendek tadi dilubangi, lalu dimasukka pada bambu yang panjang dari bagian ujungnya yang kecil. Perlahan-lahan dimasukkan pada posisi tegak, sampai kandas pada bagian ruas (buku), sesuai kehendak pemakai yang ditentukan sejak awal ukurannya. Tetapi ada pula cara lain yakni pada bambu pajang dibuatkan pasak pangkal untuk memakan tempat kaki dengan cara melubanginya. hal ini dianggap kurang kuat karena bambu panjang tersebut dilubangi, dan kadang-kadang kayu pasak sebagai penahan biasanya patah.

Fungsinya

Tilako atau Kalempa ini berfungsi sebagai alat hiburan anak-anak dalam bermain bersama teman-temannya. Waktu bermain utamanya pada sore hari, pagi dan kadang-kadang waktu malam, bila bulan terang.

Tilako atau Kalempa, seringkali pula digunakan untuk berlomba lari atau saling menjatuhkan dengan cara memukulkan kaki-kaki bambu kepada kaki bambu temannya. Jadi Notilako atau Nokalempa adalah permainan untuk santai sambil menghibur diri.

Cara memainkannya

Permainan ini dilakukan oleh anak-anak umur 7 - 13 tahun, pada umumnya anak laki-laki dan hanya sebagian kecil anak perempuan. Kedua bambu dipegang kuat dalam posisi tegak, kemudian salah satu kaki diangkat tepat mengenai bambu pendek sebagai tempat kaki kemudian kaki yang satunya ikut diangkat. Pada saat ini sangat diperlukan keseimbangan agar tidak jatuh. Ibu jari kaki dan jari yang satu dijepitkan pada bambu panjang, dan apabila sudah seimbang, maka jari menjepit ikut menentukan kekuatan disamping tangan yang memegang, untuk mengangkat dan melangkah seperti lagaknya orang berjalan. apabila telah dikuasai keseimbangannya, biasa pula anak memberikan fariasi bunyi yang indah, dengan cara-cara memukul-mukulkan bambu itu pada bagian atas yang dipegang dan diselingi pukulan pada kedua kaki bawah. Melangkah dan berhenti sambil memukul-mukulkan kedua bambu itu dengan iramanya, begitu seterusnya hingga mereka puas.

Kalau tempat kaki itu agak tinggi, anak-anak biasa naik tangga, dan dari situlah mereka mulai berjalan, begitu pula sebaliknya kalau mereka turun dari Tilako itu. Siapa diantara mereka dapat menggunakan tilako atau kalempa yang tinggi tempat kakinya, maka dialah yang dianggap jago. Permainan ini tidak diikat dalam satu kelompok dan tidak pula terikat dengan lama waktu yang digunakan. Jadi singkatnya permainan ini bebas dilakukan dalam arti jumlah pemain dan lamanya permainan.

Persebarannya

Sampai sekarang tilako atau kalempa sudah jarang dan bahkan hampir-hampir tak ada lagi. Dahulu, hampir semua anak desa di daerah Tanah Kaili mampu bermain tilako atau kalempa ini, karena di seluruh desa banyak tumbuh jenis pohon jambu, yang dibuat alat permainan.

Permaian Tradisional Galasa

Permainannya disebut nogarata / nogalasa garata atau galasa adalah nama sebangsa tumbuhan yang berduri dan bijinya bundar laksana kelereng. Biji garata atau palasa ini terbungkus dalam satu kantorng berduri dan terdiri dari beberapa biji. Biji-biji garata/ galasa ini bermacam-macam bentuknya, tetapi umumnya berbentuk bundar, ada yang pipih ada pula yang bulat panjang. Data teknis. Permainan nogarata / nogalasa ini, mempunyai alat pelengkap lainnya disamping biji-biji garat/galasa, yakni kayu berbentuk persegi empat dengan ukuran panjang ± 60 - 75 cm, lebar ± 30 - 40 cm dan tebal ± 5 - 7 cm. Kayu yang berbentuk persegi empat itu diberi lobang sebelah menyebelah masing-masing 6 buah menurut panjang dan 2 buah lobang pada ujung lebar kayu tersebut. Warna permainan ini tidak tentu karena tergantung dari warna kayu yang dipakai, dan membuat warna garata / galasa yang kelihatannya keabu abuan. Permainan garata / galasa ini mempunyai makna sebagai alat penghibur, untuk kesenangan atau perintang waktu. Namun pada mulanya permainan hanya biasa dimainkan pada saat duka, biasanya apabila ada raja atau keluarga raja yang meninggal.

Cara pembuatan dan pemilihan bahan

Memilih buah/biji garata diperlukan perhatian yang serius, sebab ada beberapa jenis/bentuk garata ini. Yang menjadi pilihan utama adalah biji garata yang bentuknya bundar lagi licin. Garta/galasa dalam permainan ini adalah merupakan biji yang dapat dipindah-pindahkan. Kayu yang sengaja dibuatkan lubang-lubangnya dipilh kayu yang keras tidak terbelah-belah lagi pula yang sudah tua. Biasanya kayu yang menajdi piliha adalah jeni kayu cempaka yang mudah dilubang, dalam bahasa Kalili disebut kayu lepaa. Kayu yang berbentuk persegi panjang ini berukuran lebih kurang 75 cm x 30 cm pada ujung sebelah menyebelah dibentuk agak tuncing dengan panjang ± 15 cm. Pada ujung yang agak lancip ini dibuat lubang bulat seperti bentuk telur (lonjong) yang dibuat pada pertengahan lebar dan panjangnya kayu tersebut dengan garis tengah ± 5 - 7 cm. Pada kedua belah sisi panjang dibuatkan pula lubang berturut-turut sejumlah 6 (enam) buah pada tiap sisi. Pada bagia tengah dibuat 2 (dua) lubang yang panjang tempat biji garata/ galasa yang dimenangkan. Jadi tiap pemain, diberi lubang panjang sebagai tempat menyimpan garata/ galasa kemenangan. Lubang-lubang yang membentuk telur semuanya 12 lubang, dan lubang-lubang ini diperhalus dengan pisau tajam. Alat yang dipakai untuk membuat alat permainan ini adalah parang, pahat, pisau. Pengrajin alat permainan tidak ada lagi.

Fungsi

Permainan ini dilaksanakan hanya pada waktu ada hubungannya atau pada saat ada keluarga meninggal dunia, utamanya keluarga bangsawan. Jelaslah bahwa permainan ini berfungsi untuk menghibur pada keluarga yang berduka. Sebab dengan adanya permainan ini, banyak anak gadis kumpul beramai-ramai sehingga suasana duka tidak terasa mencekam keluarga yang berduka. Cara memainkan. Permainan ini hanya dimainkan oleh perempuan yang masih gadis atau remaja. Pelaksanaan permainan inibiasa dilaksanakan pada malam hari, dalam keadaan duduk berhadapan. Tidak dapat dimainkan lebih dari 2 orang. Masing-masing pemain menyiapkan kelerengnya paling kurang 36 biji. Tiap pemain berhak atas 6 lubang dan 1 (satu) lubang yang disebut kepala, dan pada 6 lubang tersebut diisi masing-masing 6 biji kelereng (garat).

Siapa yang menang dia yang mulai mengangkat kelerengnya, (garata) dengan cara mengambil seluruh kelereng (garata) pada lubang ujung sebelah kanannya. Tiap lubang diisi dengan 1 biji kelereng (garata) dan berakhir pada lubang kepala pada sebelah kiri. Kalau berakhir pada lubang kepalanya, maka ia mesih berhak mengangkat kelerengnya, da apabila kelereng pada lubang lawan atau lubangnya sendiri, mka seluruh kelereng (garata) (garata), yang berada di lubang tersebut diangkat dan kembali diisi pada setiap lubang.

Begitu seterusnya berputar berulang-ulang sampai pada lubang kepalanya penuh dengan kelereng (garata). Untuk ganti pemain mengangkat kelereng (garata) apabila terjadi biji kelereng (garata) itu jatuh pada lubang yang kosong, namun demikian kelereng garata terakhir tersebut jatuh pada lubangnya sendiri, dan berada tepat bertentangan dengan lubang lawan, maka semua isi pada lubang tersebut adalah menjadi haknya. Kejadian tersebut dikenal dengan cara notede.

Karena pengrajin alat hiburan ini tidak ada lagi, anak-anak gadis yang berumur 7 - 12 tahun, bermain dengan cara menggali tanah denga jumlah lubang yang tidak berbeda dengan alat aslinya, dan biji kelereng (garata) diganti dengan batu yang bundar kecil, dan biasanya dipilih batu yang agak putih. Permainan ini memerlukan permainan yang mantap untuk mencocokan jumlah kelereng (garata) yang ada dengan jumlah lubang, dan beberapa kali diangkat, sehingga tidak jatuh pada lubang yang kosong. Kalau pemain yang sudah mahir sekali biasanya tidak terjadi pergantian sampai kelereng (garata) lawan jatuh pada lubang dan lubang kepalanya. Dengan demikian maka perhitungannya lawan dinyatakan kalah, dan kembali diulang lagi permainan dengan cara mengadakan lagi sut.

Persebaran

Permainan pada mulanya merata dimana-mana, tetapi sekarang hampir-hampir tak menyebar lagi baik menggunakan alat, ataupun diatas tanmah. Hal ini mungkin karena banyaknya jenis permainan baru, dan yang jelas karena orang-orang tua tidak lagi mengeluarkan lagi kepada anak-anak cucunya, disamping anak-anak gadis kurang tertarik lagi.

Permainan Tradisional Gonde

Terbuat dari daun kelapa yang muda, atau daun silar yang muda. Bentuk: Persegi, dan adapula yang bulat atau bulat panjang.

Warna: Sesuai warna bahan yang dipakai (hijau). Tidak diketahui secara pasti mengapa alat ini dinamakan gonde, tetapi akhir-akhir ini nama / kata gonde ini, dikenal sebagai istilah dikalangan remaja, utamanya dikalangan remaja dengan arti lain yakni: gonde yang artikan pacar. Nogonde = berpacaran.
 

Cara pembuatannya

Sebelumnya, terlebih dahulu memilih daun kelapa muda/ daun silar muda yang dan panjang, sebanyak 2 (dua) daun. Lidinya dikeluarkan, sehingga tiap daun menghasilkan 2 (dua) helai, berarti 2 (dua) daun akan mendapatkan 4 (empat) helai. Pada bagian ujung yang kecil dipertemukan, lalu digulung dan kemudian helai-helai daun itu dipisah-pisahkan (diurai) saling tindis dan dibentuk sesuai bentuk yang dinginkan pembuat. Helai satu ditindis oleh helai dua, dan helai dua ditindis oleh helai ketiga dan helai ketiga tindis oleh helai ke empat, sambil membentuk persegi atau bulat. Singkatnya helai-helai itu saling bersilang (saling masuk satu dengan yang lain). Sebagai dasar ukuran keserasian bentuk adalah ujung yang kecil tadi tetap berada di tengah yang dikelilingi secara silang dari helai-helai daun yang besar, sehingga ujung yang kecil tadi tetap muncul sebagai hiasan setelah gonde selesai dibuat. Ujung daun yang besar, setelah selesai disilang-silang akhirnya dikunci dengan cara memasukkan pada bagian yang sudah disilang (diurai), sehingga tidak kelihatan ujungnya. Alat permainan ini masih tetap dibuat oleh orang, tetapi bukan merupakan pengrajin khusus, sebab hampir semua orang baik orang tua, dewasa bahkan anak-anak dapat membuatnya. Pembuatan alat permainan gonde ini biasanya muncul apabila sekitarnya terdapat musim panjat kelapa, atau ada kelapa yang ditebang/ tubuh. Biasanya untuk membulatkan gonde ini, digunakan batu kecil ibu jari kaki anak, pada bagian tengahnya, yang saat mulai membuatnya telah dibungkus oleh daun-daun itu sendiri.

Fungsi

Alat permainan ini mempunyai fungsi untuk digunakan pada permainan nokaba dan permainan lempar-lemparan yang dalam perkembangannya dipakai dalam permainan kasti sebagai bola. Kadang-kadang pula oleh anak laki-laki dipakai sebagai bola kaki. Dengan demikian permainan ini dapat mempererat hubungan pergaulan antar sesama pemainnya, dan juga dapat melatih keterampilan para pemainnya. Pada mulanya fungsi utama alat permainan ini adalah dipakai untuk nokaba, dan penggunaan lainnya adalah sebagai perkembangannya.

Cara memainkan

Cara memainkan alat ini dalam permainan, yakni disamping alat itu sendiri, juga ada pelengkap lainnya, batu, atau sebangsa kelereng (garata bahasa Kaili). Jumlah pemain 2 (dua) orang atau 4 (empat) yang berpasangan masing-masing menyiapkan batu atau garata sebanyak 10 biji. Sebelum permainan ini dimulai, terlebih dahulu diadakan undian (sut), yang menang sut (undi) pertama kali melakukan permainan. Mula-mula biji batu atau garata dihambur tidak terlalu luas daerahnya, kemudian gonde tadi dibuang ke atas sejajar dengan biji yang dihambur tadi.

Di saat gonde berada diatas tangan yang membuang gonde tadi mengambil biji satu sampai diulangi biji-biji itu habis. Apabila tidak terjadi kesalahan maka pemain pertama dianggap menang. Tahap pertama biji-biji tadi diambil satu persatu, dan tahap berikutnya dua-dua sampai tiga-tiga sekali kumpul pada waktu gonde berada diudara. Pada saat itu diperlukan ketangkasan/ keterampilan jarai-jari tangan dan perhitungan waktu selama bola berada diudara dan waktu mengumpulkan biji-biji itu satu-satu, atau dua-dua dan seterusnya.

Pemain dapat diganti apabila melakukan kesalahan seperti gonde tidak dapat ditangkap atau menyentuh biji-biji sesuai tehapan-tahapan pemain. Permainan ini tidak memerlukan lapangan yang luas, cukup 1 meter persegi sampai 1 1/2 meter persegi. Pemain-pemain duduk berhadapan sambil bersila atau melipat kaki kebelakang. Permainan ini hanya dimainkan oleh anak perempuan saja yang berumur 7 - 13 tahun, karena anak laki-laki disebut nalenda (banci). Dimainkan pada sore hari di rumah atau di tanah.

Persebaran

Permainan ini cukup luas, hampir setiap desa di Tanah Kaili, anak-anak perempuan dapat memainkannya dengan menggunakan gonde. Akhir-akhir ini permainan tetap ada, tetapi telah menggunakan bola tenes, dan semakin bertambah variasi permainannya.


Permainan Tradisional Nojapi-japi

Nojapi-japi. No artinya = ber (sebagai awalan). Japi = sapi. Japi-japi = bermain sapi-sapi. Alat permainan ini terdiri dari bahan-bahan: pelepah kelapa yang masih mentah, tali dan tempurung kelapa. Alat permainan ini berbentuk seperti sapi. Warna hijau, coklat, makna kekuatan dan keberanian.

Cara pembuatan

Sebelumnya dipilih pelepah kelapa yang besar dan tebal, pada bagian pangkalnya sebagai bahan utama, tempurung (batok) kelapah yang tebal dan tua serta daun silar yang panjang lagi lebar. Setelah semua bahannya terpilih kemudian pelepah kelapa, diukur dengan panjang ± 5 cm untuk tempat masuknya tempurung yang berbentuk tanduk. Membuat tanduk dari bahan tempurung ini diperlukan ketekunan, karena diambil dari tempurung yang dalam bentuk utuh pada bagian tebal.

Setelah dibentuk, serat-seratnya (bulunya) dicukur dengan pisau atau parang agar lebih bagus dan licin. Bentuk tanduk ini ada yang panjang dan ada pula yang pendek. Daun silar yang mudah dikeluarkan lidinya lalu dibuat tali. Membuat tali untuk keperluan permainan ini ada bermacam-macam cara. Ada dengan cara hanya memilih sajadaun silar dihaluskan yang terdiri dari dua serat, ada pula cara dengan cara dengan tiga atau empat serat, dan serat-serat tersebut sebelumnya diketatkan yakni dengan memutar-mutar atau dipilin kuat-kuat. Serat-serat yang telah dipilin buat ini diramu menjadi tali, dengan panjang ± 2 1/2 meter. Pelepah kelapa yang telah dibentuk tadi pada bagian yang dibelah, dimasukan tempurung yang berbentuk tanduk dengan cara memukul-mukul tempurung dalam posisi kedua ujungnya mengarah keatas sehingga tempurung tanduk itu menjadi kuat dan tidak gampang tergoyang. Antara tanduk dan batas bagian leher diikatkan tali yang telah dipilin tadi, dengan cara demikian sapi-sapian itu ditarik kemana-mana.

Fungsi

Permainan ini hanya semata-mata untuk kesenangan, disamping dapat sifat kompetitif. Dalam permainan ini seringkali diadakan adu-beradu diantara apia-sapian tersebut.

Cara memainkan

Kalau anak-anak bermain hanya untuk kesenangannya saja, maka sapi-sapian itu ditarik kesana-kemarisambil memegang talinya. kadang-kadang pula dibawa lari sambil melompat-lompat meniru-niru sapi yang melompat, atau meniru sapi yang sedang berlari-lari. Untuk lebih semarak lagi maka setiap anak membuat dua ekor sapi-sapian dan dipasang seperti layaknya sapi yang sedang menarik gerobak. Dalam hal seperti ini anak-anak biasanya mengadu kekuatan membawa lari, sambil berlomba siapa yang lebih cepat dan sapi-sapian itu tidak berguling-guling. Jadi sangat diperlukan keterampilan membawa lari sapi-sapian itu dalam berlomba agar tetap pada posisi semula. Tetapi apabila anak-anak menginginkan ada kekuatan tanduknya yang terbuat dari tempurung, dan ada kekuatan talinya, maka cara memainkannya lain pula.

1. Pertama-tama menyiapkan arena permainan ditanah datar keras dan tak banyka debu, dan berukuran panjang ± 7 - 10 meter.

2. Dua orang anak yang akan bertanding menyiapkan sapi-sapinya masing-masing satu.

3. Masing-masing anak berdiri pada ujung arena permainan, sipa memegang tali sapi-sapinya, pada tangan kanan.

4. Setelah mendengar aba-aba, kedua anak membawa lari sapi-sapinya dengan cepat, yang berlawan arah.

5. Kira-kira pada pertengahan arena sapi-sapian itu dipertemukan dengan cara, tangan yang memegang talinya diayun kekanan sedikit (apabila tangan kanan yang memegang), begitu pula lawan bermain. Pada saat inilah terjadi tabrakan yang keras, sehingga biasanya terjadi dua hal, yakni talinya putus atau tanduk yang patah, Apabila tidak terdapat dua hal tersebut, maka permainan diulang.

6. Siapa yang putus talinya atau patah tanduknya dia dinyatakan kalah dalam permainan tersebut.

7. Permainan ini dimainkan anak-anak yang berumur 7-12 tahun.

Persebarannya

Dahulu permainan ini dikenal semua oleh anak-anaki ditanah Kaili, apabila musim mengolah kelapa mulai dari musim panjat sampai pada waktu mengeringkan kelapa. Pengrajin khusus hampir tak ada karena hampir semua anak dapat membuatnya sendiri, walau sekali-kali dibantu oleh orang dewasa atau orang tua. Pada masa sekarang permainan itu hampir tak dikenal oleh anak-anak lagi, jutru karena banyaknya permainan baru yang bermunculan dimana-mana.

Permainan Tradisional Kuda Tomprok


Cara mainnya gini :

1. Jadi anak2 dibagi jadi 2 tim, tim atas sama tim bawah. Tim atas tugasnya ngelompatin yang bawah. Jadi intinya yang bawah paling sengsara
2. Setelah udah selesai lompat, salah satu orang dari tim atas suit sama tim bawah (orang yang berdiri di tembok). Yang kalah harus menjadi tim bawah..
3. Tim atas (yg ngelompatin) kalah kalo orang yang lompat jatoh.. Dan menjadi tim bawah
4. Tim bawah kalah lagi kalo orangnya ga kuat nahan tim atas yang ngelompatin mereka..


Hati-hati :

1. jangan sampe celana lu robek.. Banyak kejadian celana robek bolong gede bgt di bawahnya..
2. Siap2 aja jatoh.. Sakit tuh..
3. Hati2 aja sama guru yang tiba2 masuk aja ga pake ketok pintu.. Paling tuh guru bengong dengan tampang swt abizzz








Permainan Tradisional Congklak/ dakon

Congklak adalah suatu permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di seluruh Indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang digunakan sebagai biji congklak dan jika tidak ada, kadangkala digunakan juga biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan.

Permainan congklak dilakukan oleh dua orang. Dalam permainan mereka menggunakan papan yang dinamakan papan congklak dan 98 (14 x 7) buah biji yang dinamakan biji congklak atau buah congklak. Umumnya papan congklak terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari cangkang kerang, biji-bijian, batu-batuan, kelereng atau plastik. Pada papan congklak terdapat 16 buah lobang yang terdiri atas 14 lobang kecil yang saling berhadapan dan 2 lobang besar di kedua sisinya. Setiap 7 lobang kecil di sisi pemain dan lobang besar di sisi kananya dianggap sebagai milik sang pemain.

Pada awal permainan setiap lobang kecil diisi dengan tujuh buah biji. Dua orang pemain yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih lobang yang akan diambil dan meletakkan satu ke lobang di sebelah kanannya dan seterusnya. Bila biji habis di lobang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi, bisa habis di lobang besar miliknya maka ia dapat melanjutkan dengan memilih lobang kecil di sisinya. bila habis di lubang kecil di sisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh biji di sisi yang berhadapan. Tetapi bila berhenti di lobang kosong di sisi lawan maka ia berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa.

Permainan dianggap selesai bila sudah tidak ada biji lagi yang dapat dimabil (seluruh biji ada di lobang besar kedua pemain). Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak

Permainan dakon dikenal sebagai permainan tradisional masyarakat Jawa sekalipun permainan ini dikenal juga di daerah lain. Pada masa lalu permainan ini sangat lazim dimainkan oleh anak-anak bahkan remaja wanita. Tidak ada yang tahu mengapa permainan ini identik dengan dunia wanita. Menurut beberapa pendapat karena permainan ini identik atau berhubungan erat dengan manajemen atau pengelolaan keuangan. Pada masa lalu (bahkan hingga kini) kaum hawa disadari atau tidak berperanan penting dalam pengelolaan keuangan rumah tangga. Dakon dianggap menjadi sarana pelatihan terhadap pengelolaan atau manajemen keuangan tersebut. Untuk kaum adam mungkin permainan semacam ini dianggap terlalu feminine, kurang menantang, tidak memerlukan kegiatan otot dan pengerahan tenaga yang lebih banyak. Jadi, barangkali dianggap terlalu lembut.

Pada saat sekarang permainan dakon ini boleh dikatakan tidak ada lagi. Anak-anak putri sekarang lebih tertarik bermain boneka Barbie, melihat sinetron, atau bermainn play station. Permainan dakon barangkali dianggap telah kuno, ketinggalan zaman, atau bahkan dianggap udik.

Umumnya permainan dakon pada zaman dulu dilakukan di pendapa, beranda rumah, atau di bawah pohon yang rindang dengan terlebih dulu menggelar tikar. Untuk memulai permainan yang melibatkan dua orang ini, keduanya akan mengundi atau ping sut untuk menentukan siapa yang jalan duluan.

Lubang pada papan dakon berjumlah 16 buah. Masing-masing sisi papan dakon terdapat 7 buah lubang dan 2 buah lubang di masing-masing pojokan/ujung papannya. Untuk memainkannya biasanya diperlukan biji-bijian untuk isian lubang-lubangnya. Umumnya biji yang digunakan untuk permainan ini adalah biji buah sawo. Mengapa biji buah sawo ? Jawabannya adalah karena tanaman sawo umumnya terdapat di hampir semua pekarangan (depan) rumah-rumah Jawa di masa lalu, khususnya rumah-rumah orang yang cukup mampu. Lebih-lebih rumah ningrat yang memiliki pendapa. Kecuali itu butiran biji sawo tidak terlalu kecil untuk dicomot. Permukaannya licin sehingga cukup mudah untuk diluncurkan dari genggaman sekaligus cukup mudah juga untuk digenggam telapak tangan. Selain itu, biji buah sawo yang dinamakan kecik itu secara visual memang tampak lebih eksotik (barangkali).

Untuk permainan dakon yang juga dinamakan congklak itu diperlukan 98 buah biji sawo. Masing-masing sisi dakon yang memiliki 7 buah lubang itu diisi 7 buah biji untuk masing-masing lubangnya. Jadi, masing-masing pemain memiliki 49 buah biji kecik yang siap dijalankan. Sedangkan lubang di bagian ujung (pojok) dakon dikosongkan untuk menampung sisa biji ketika permainan dijalankan.

Berikut sebuah gambar permainan dakon yang berasal dari masa lalu. Cermati detail penampilan kedua orang yang bermain dakon itu. Pakaiannya masih pakaian Jawa gaya jadul. Juga model dandanan rambutnya. Belum ada yang bermodel dicat (semir), dikeriting, diblow, dan sebagainya. Gambar atau foto ini diharapkan mampu menggugah kenangan Anda di masa lalu (khususnya generasi tua) yang pernah bersentuhan dengan permainan dakon. Anda mesti ingat bahwa permainan ini sesungguhnya merupakan serpihan kecil dari unsur pembentuk budaya dan karakter bangsa. Daripadanya sesungguhnya kita bisa memetik banyak manfaat yang kadang kita sendiri tidak menyadarinya. Dengan permainan itu kita telah dilatih untuk terampil, cermat, sportif, jujur, adil, tepa selira, dan akrab dengan orang lain (teman).

Permainan Tradisional Benteng

Adalah permainan yang dimainkan oleh dua grup.
masing - masing terdiri dari 4 sampai dengan 8 orang.
Masing - masing grup memilih suatu tempat sebagai markas,
biasanya sebuah tiang, batu atau pilar sebagai 'benteng'.

Tujuan utama permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih 'benteng' lawan dengan
menyentuh tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan meneriakkan kata benteng.
Kemenangan juga bisa diraih dengan 'menawan' seluruh anggota lawan dengan menyentuh tubuh mereka.
Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi 'penawan' dan yang 'tertawan'
ditentukan dari waktu terakhir saat si 'penawan' atau 'tertawan' menyentuh 'benteng' mereka masing - masing.

Permainan Tradisional Bekel

BEKEL
Permainan bekel umumnya dimainkan oleh anak-anak perempuan tapi permainan ini juga bisa dimainkan oleh anak laki-laki. Bekel merupakan permainan melontarkan bola ke atas dan menangkapnya kembali. Tetapi pada saat bersamaan harus mengambil atau mengubah posisi biji-biji yang ada sesuai peraturan tingkat kesulitan yang dijalankan.

Manfaat :

* Melatih koordinasi visual-motor.
* Melatih meningkatkan konsentrasi.
* Meningkatkan kemampuan kontrol gerakan jari-jari dan tangan.
* Kemampuan mempertahankan posisi tubuh.


Permainan Tradisional Petak Jongkok

PETAK JONGKOK
Petak jongkok merupakan permainan yang masih banyak terlihat dimainkan di daerah- daerah perumahan oleh anak-anak yang tidak membutuhkan alat dan dapat dimainkan kapan saja dan dimana saja. Pada intinya permainan petak jongkok adalah main kejar-kejaran dimana agar agar tidak tertangkap oleh “penjaga” anak harus jongkok.

Manfaat :

* Meningkatkan kemampuan motorik kasar dan ketahanan fisik.
* Melatih kemampuan fleksibilitas kaki.
* Meningkatkan solidaritas dengan teman.


Permaina Tradisional Lompat Tali/ Yeye


LOMPAT TALI
Sesuai namanya inti permainan ini adalah melompat tali. Tetapi tentu tidak semudah namanya, permainan ini mempunyai berbagai tingkat kesulitan; dari melompati tali yang rendah sampai setinggi tangan. Selain itu kesulitan juga bertingkat dari melompati tali yang diam sampai tali yang berputar. Alat yang digunakan sangatlah sederhana, hanya karet gelang yang dijalin menjadi panjang.

Manfaat :

* Melatih kemampuan visual motor.
* Meningkatkan kemampuan motor planning (perencanaan gerak).
* Meningkatkan konsentrasi.
* Meningkatkan kemampuan gerak fisik melompat, yang bermanfaat untuk kekuatan tubuh dan juga keterampilan dalam olahraga.
* Melatih kekuatan kontrol mata.




Permainan Tradisional Dampu

Inti permainan ini adalah mengadu kekuatan biji karet. Dulu biji karet dijual dengan harga 25 rupiah – 100 rupiah. Kadang juga dijadikan ajang taruhan kecil-kecilan

keterangan lebih lanjutnya :

DAMPU
Permainan ini umumnya dimainkan oleh anak-anak usia sekolah baik laki-laki maupun perempuan. Main dampu tidak membutuhkan peralatan yang harus dibeli, cukup dimainkan di tanah lapang dengan membuat petak-petak di permukaan tanah sesuai dengan bentuk yang disepakati baik menggunakan kapur atau pecahan genting atau apapun.

Alat lain yang digunakan adalah benda pipih seperti batu, pecahan genting, tutup botol yang digepengkan dan lain-lain sebagai biji. Inti permainannya adalah melempar batu pipih ke dalam kotak dengan tidak boleh keluar atau mengenai garis batas kotak, lalu melompat-lompat dengan satu kaki dalam kotak yang tidak berbatu tanpa boleh menginjak garis dan batu peserta lain. Setelah berputar anak harus mengambil batu dengan tetap bertumpu pada satu kaki lalu melompat kembali sampai ke garis awal.

Manfaat :

* Melatih keseimbangan tubuh.
* Melatih kemampuan reka visual.
* Meningkatkan kemampuan motor planning (perencanaan gerak).
* Meningkatkan kemampuan diferensiasi tekstur berdasarkan indera perabaan.


Permainan Tradisional Galasin/ Gobak Sodor


Inti nya : Permainan ini terdiri dari dua tim, dimana masing-masing tim terdiri dari 3 orang. Inti permainannya adalah mencegat lawan agar tidak bisa lolos ke baris terakhir. Biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis. Kalo udah maenan ini bisa sampe keringetan deh.

Keterangan:
Galah Asin atau di daerah lain disebut Galasin atau Gobak Sodor adalah sejenis permainan daerah dari Indonesia. Permainan ini adalah sebuah permainan grup yang terdiri dari dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3 - 5 orang. Inti permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan seluruh anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah ditentukan.

Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis yang ada atau bisa juga dengan menggunakan lapangan segiempat dengan ukuran 9 x 4 m yang dibagi menjadi 6 bagian. Garis batas dari setiap bagian biasanya diberi tanda dengan kapur. Anggota grup yang mendapat giliran untuk menjaga lapangan ini terbagi dua, yaitu anggota grup yang menjaga garis batas horisontal dan garis batas vertikal. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal, maka mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal (umumnya hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. Permainan ini sangat mengasyikkan sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan.

Manfaat :

* Meningkatkan kemampuan fisik.
* Melatih kemampuan membaca gerak tubuh/gesture.
* Meningkatkan kemampuan komunikasi dan kemampuan menyusun strategi lebih baik

stilah permainan Gobag sodor dikenal di daerah jawa tengah , sedangkan di daerah lain seperti galah lebih dikenal di Kepulauan Natuna, sementara di beberapa daerah Kepulauan Riau lainnya dikenal dengan nama galah panjang. Di daerah Riau Daratan, permainan galah panjang ini disebut main cak bur atau main belon. Sedang di daerah jawa barat di kenal dengan nama Galah Asin atau Galasin.

gobak Sodor adalah sejenis permainan daerah dari Indonesia. Permainan ini adalah sebuah permainan grup yang terdiri dari dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3 - 5 orang.

Cara melakukan permainan ini yaitu dengan membuat garis-garis penjagaan dengan kapur seperti lapangan bulu tangkis, bedanya tidak ada garis yang rangkap, Gobak sodor terdiri dari dua tim, satu tim terdiri dari tiga orang. Aturan mainnya adalah mencegat lawan agar tidak bisa lolos ke baris terakhir secara bolak-balik. Untuk menentukan siapa yang juara adalah seluruh anggota tim harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah ditentukan.
Anggota tim yang mendapat giliran “jaga” akan menjaga lapangan , caranya yang dijaga adalah garis horisontal dan ada juga yang menjaga garis batas vertikal. Untuk penjaga garis horisontal tugasnya adalah berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi seorang yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal maka tugasnya adalah menjaga keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan.
Permainan ini sangat menarik, menyenangkan sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan. Kalau kita sudah lepas dari garis batas terakhir kita menjadi bebas merdekaa.. inilah yang kita tuju.. Nilai Spiritual dalam Permainan Gobak Sodor….Selain kebersamaan, kita juga bisa belajar kerja sama yang kompak antara satu penjaga dan penjaga lain agar lawan tidak lepas kendali untuk keluar dari kungkungan kita. Di pihak lain bagi penerobos yang piawai, disana masih banyak pintu-pintu yang terbuka apabila satu celah dirasa telah tertutup. Jangan putus asa apabila dirasa ada pintu satu yang dijaga, karena masih ada pintu lain yang siap menerima kedatangan kita, yang penting kita mau mau berusaha dan bertindak segera. Ingatlah bahwa peluang selalu ada, walaupun terkadang nilai probabilitasnya sedikit

Permainan Tradisional Boy-boyan

BOY-BOYANadalah Permainan tradisonal dengan total lima sampai sepuluh orang. Model permainannya yaitu menyusun lempengan batu, biasanya diambil dari pecahan genting atau pocelen yang berukuran relatif kecil. Bolanya bervariasi, biasanya terbuat dari buntalan kertas yang dilapisi plastik, empuk dan tidak keras, sehingga tidak melukai. Satu orang sebagai penjaga lempengan, yang lainnya kemudian bergantian melempar tumpukan lempengan itu dengan bola sampai roboh semua. Setelah roboh maka penjaga harus mengambil bola dan melemparkannya ke anggauta lain yang melempar bola sebelumnya. Yang terkena lemparan bola yang gatian menjadi penjaga lempengannya. 

Permainan Tradisional Egrang/ batungkau

Egrangadalah permainan tradisional Indonesia yang belum diketahui secara pasti dari mana asalnya, tetapi dapat dijumpai di berbagai daerah dengan nama berbeda-beda seperti : sebagian wilayah Sumatera Barat dengan nama Tengkak-tengkak dari kata Tengkak (pincang), Ingkau yang dalam bahasa Bengkulu berarti sepatu bambu dan di Jawa Tengah dengan nama Jangkungan yang berasal dari nama burung berkaki panjang. Egrang sendiri berasal dari bahasa Lampung yang berarti terompah pancung yang terbuat dari bambu bulat panjang. Dalam bahasa Banjar di Kalimantan Selatan disebut batungkau.
 

Egrang terbuat dari batang bambu dengan panjang kurang lebih 2,5 meter. Sekitar 50cm dari bawah, dibuat tempat berpijak kaki yang rata dengan lebar kurang lebih 20cm. Cara memainkannya adalah dengan berlomba berjalan menggunakan egrang tersebut dari satu sisi lapangan ke sisi lainnya. Orang yang paling cepat dan tidak terjatuh dialah pemenangnya.

Orang Jawa mengenal berbagai macam jenis permainan tradisional, yang sekarang tidak lagi ditemukan. Berbagai macam permainan tradisional tersebut memberi ruang ketrampilan bagi pemakainya. Dalam kata lain, permainan tradisional Jawa tidak menempatkan relasinya hanya pasif. Lebih dari itu harus aktif dan kreatif. Sebab, permainan tradisional Jawa memberikan rangsangan kreatif bagi relasinya.

Salah satu jenis permainan tradisional Jawa apa yang dikenal sebagai egrang. Permainan ini mengandaikan pemakai/relasinya lebih tinggi posisinya. Diluar ukuran tinggi manusia. Bahan yang dipakai sebagai egrang adalah bambu, yang dibuat meyerupai tangga, tetapi tangganya hanya satu. Kapan orang memakai egrang kakinya dinaikan di atas satu tangga, atau pustep kalau meminjam istilah sepeda motor, untuk kemudian berjalan. Jadi, pemakai egrang naik diatas bambu yang dibuat sebagai jenis mainan dan kemudian berjalan kaki.

Karena itu, orang yang memakai egrang perlu melewati proses belajar dulu, karena membutuhkan keseimbangan. Kapan keseimbangan tidak terpenuhi orang bisa jatuh dari egrang. Siapapun bisa menggunakan egrang, tidak harus anak-anak, orang dewasapun bisa menggunakannya.

Egrang bentuknya bisa pendek, tetapi bisa pula tinggi. Yang pasti, kapan orang bermain egrang, posisi tubuhnya menjadi jauh lebih tinggi dari tubuh yang sebenarnya. Persis seperti orang berdiri di tangga, atau naik di atas meja.

Namun permainan egrang sekarang tidak lagi mudah ditemukan. Mungkin malah sudah hilang. Atau barangkali, permainan egrang tidak lagi relevan di jaman sekarang. Di tengah anak-anak terbiasa dengan eskalator yang tersedia di mall: hanya berdiri tangga bisa berjalan sendiri. Egrang sepertinya memberikan “rasa susah” dari fasilitas teknologi.

Tampaknya proses membentuk kreativitas telah menemukan formula yang sama sekali lain. Tidak berawal dari kesaadaran dan inisiatif dari dirinya sendiri dan hanya sedikit sekali memerlukan dorongan dari luar seperti egrang. Kreativitas jaman sekarang memerlukan instrumen yang tidak lagi sederhana dan, sulit meninggalkan teknologi.

Karena itu, egrang adalah masa lalu yang sekedar untuk dikenang dan sulit untuk ditemukan. Anak-anak tidak lagi “mengenal” apa itu egrang dan bagaimana bentuknya. Bagaimana pula cara memakainya.

Mungkin, kembali untuk mengenalkan ingatan terhadap permainan tradisional Jawa, egrang dan jenis permainan tradisional lainnya perlu untuk dihadirkan. Bukan yang utama untuk mengembalikan “kisah masa lalu”. Namun lebih untuk memberikan referensi kultural pada anak-anak sekarang yang terbiasa dengan permainan yang serba teknologis.

Dari egrang, barangkali orang bisa menanapki jenis permainan tradisional Jawa lainnya yang sekarang sekedar sebagai kenangan.